Puca, kucing kecil yang bertahan hidup dari virulent systemic feline calicivirus
Puca baru berumur 4 bulan saat dibawa datang ke klinik, dengan kondisi lemah, demam, jaundice (kuning), mata berair, tidak mau makan. Saat itu Puca harus menjalani serangkaian tindakan seperti pemeriksaan lab, infus, dan injeksi obat-obatan. Hasil lab menunjukkan hepatic injury dengan kenaikan enzim hati AST (144 U/L, normal 9.2-39.5 U/L) dan ALT (298 U/L, normal 8.3-52.5), trombositopenia (trombosit : 48.000/µL, normal 300.000-800.000/µL), dan hiperbilirubinemia (bilirubin total : 1.313 mg/dL, normal 0.15-0.20 mg/dL).
Kondisi Puca juga semakin hari semakin menurun, tidak ada reflek menelan, suhu di bawah normal, nafas sangat sesak, lemah sekali. Kami menyampaikan kepada pemilik bahwa kondisi Puca kritis dan harapan untuk bertahan sangat kecil. Pemilik juga sudah pasrah dan mempercayakan Puca kepada kami untuk dirawat sampai menghembuskan nafas yang terakhir. Meskipun kondisinya sangat berat, Puca tidak menyerah, maka kami pun tidak menyerah.
Beberapa hari setelah dirawat, kami menyadari perubahan pada kulit Puca, pada kaki belakang terdapat luka-luka terutama daerah telapak kaki; kaki depan mengalami edema dan alopesia; daerah perineal dan abdomen mulai memar, lama-lama kulit yang memar tersebut mengalami nekrosa, jaringannya mati dan mengelupas dengan sendirinya, disertai dengan perkejuan dan eksudasi nanah yang berbau busuk. Sisa kulitnya yang masih ada tidak bisa dipertahankan lagi karena sudah mati, sehingga kami buang dan bersihkan. Luka terbuka melebar dari bagian abdomen ke perineal sampai berongga ke daerah pangkal ekor.
Gambar 1 Luka awal Puca di daerah perineal, kulit nekrosa, eksudasi, dan perkejuan.
Berdasarkan gejala klinis, Puca didiagnosa terinfeksi oleh virulent systemic feline calicivirus, Infeksi feline calicivirus (FCV) merupakan penyebab umum penyakit pernafasan dan mulut pada kucing. Infeksi FCV jarang bersifat fatal, namun ada strain lain dari FCV yaitu virulent systemic feline calicivirus (VS-FCV) yang menyebabkan alopesia, luka pada kulit, edema subkutis, dan tingkat kematian yang tinggi pada kucing yang terinfeksi. Luka umumnya bervariasi mulai dari daun telinga, telapak kaki, hidung, dan kulit. Lesio lainnya meliputi pneumonia bronchointerstitial, serta nekrosis pankreas, hati, dan limpa (Pesavento et al. 2004). Gejala klinis VS-FCV pada tahap awal hampir serupa dengan FCV, meliputi luka pada mulut, demam, dan kepincangan. Meskipun luka pada mulut sering disebutkan merupakan karakteristik dari FCV namun tidak selalu muncul pada setiap kasus. Seiring perkembangan penyakit, gejala klinis menjadi semakin parah, meliputi icterus dan vasculitis. Vasculitis akan menyebabkan edema dan/atau alopesia yang parah, serta luka dan eksudasi pada kulit (KSMP 2010).
Puca kami berikan obat-obatan berupa antibiotik, immune stimulant, appetite stimulant, multivitamin, suplemen untuk liver, dan diet khusus science diet a/d. Luka di daerah perineal kami balut dan balutan diganti setiap hari. Luka dibersihkan dengan chlorhexidine, setelah itu diberikan antibiotik topikal. Kami mengamati semakin hari semangat hidup Puca semakin besar, tampak perubahan dari matanya yang sayu mulai bercahaya. Kondisi fisik secara umum mulai membaik, mulai mau makan sendiri sedikit-sedikit, demikian pula lukanya mulai berangsur-angsur membaik.
Gambar 2 Luka Puca hari ke-12 masih terbuka lebar, namun tidak eksudasi dan sudah granulasi.
Gambar 3 Luka Puca hari ke-14, mulai tampak mengecil.
Gambar 4 Luka Puca hari ke-23, luka semakin mengecil.
Pada minggu ketiga di tempat kami, Puca baru menunjukkan gejala pilek (discharge hidung, slaim, dan bersin-bersin) dan sempat menunjukkan penurunan kondisi tapi segera membaik. Akhirnya pada minggu keempat, Puca dijemput pulang dengan status masih dalam masa pemulihan. Pemilik sangat senang Puca dapat kembali berkumpul dengan seluruh anggota keluarga. Kami pun merasakan hal yang sama, karena Puca, yang telah dinyatakan kritis dengan peluang hidup di bawah 10% berhasil berjuang dan bertahan hidup.
Puca kembali satu bulan kemudian dengan kondisi masih pilek, saat itu Puca diresepkan obat oral dan dua minggu kemudian datang kembali untuk divaksin. Satu bulan setelah vaksin, Puca datang kembali ke klinik untuk kontrol dan dinyatakan sudah sehat. Syukurlah Puca-kucing yang kuat J Semoga Puca panjang umur dan selalu sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Pesavento PA, Maclachlan NJ, Dillard-Telm L, Grant CK, Hurley KF. 2004. Pathologic, immunohistochemical, and electron microscopic findings in naturally occurring virulent systemic feline calicivirus infections in cats. Vet Pathol 41 (3) : 257-263.
[KSMP] Koret Shelter Medicine Program. 2010. Feline calicivirus & virulent systemic feline calicivirus (VS-FCV). [terhubung berkala]. http://www.sheltermedicine.com/node/38 (20 Februari 2013).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Lilia, “Ibu” Puca yang mengizinkan kami untuk berbagi cerita Puca. 🙂
Virulent Systemic Feline Calicivirus
http://t.co/vXUdMeG27I cc @BEM_FKHUNTB @FKH_IPB @fresHKSA @dokterhewan @vetrooUNUD @BEM_FKHUWKS
Virulent Systemic Feline Calicivirus cc: @royama_ai @simply_iwe @A666us_drK1 @dokterk1 @ce_nova http://t.co/vXUdMeG27I
Puca, kucing kecil yang bertahan hidup dari virulent systemic feline calicivirus – http://t.co/iiraECj6rb
“@pdhb_drhcucu Puca, kucing kecil yang bertahan hidup dari virulent systemic feline calicivirus – http://t.co/WOUEP7XxxM”
Puca si kucing hebat.. cc: @xtiarNOW http://t.co/vXUdMeG27I