PDHB drh. Cucu Kartini S, dkk - Page 3 of 17 - Praktek Dokter Hewan Bersama drh. Cucu Kartini S, dkk

Client Education Series (Gastric Dilatation Volvulus)

pdhbvet.com Client Education, Education 5 Comments , , , , , ,

GASTRIC DILATATION VOLVULUS/ TORSIO LAMBUNG/BLOAT

oleh: drh. Diah Pawitri

Apakah yang di maksud dengan GDV/Bloat/torsio lambung?

Suatu keadaan dimana lambung mengembang berisi gas ( gastric dilatation) yang dapat menyebabkan shock dan kematian. GDV bisa diartikan lambung yang mengembang berisi udara dan terpuntir pada sumbu longitudinal (volvulus).

BAGAIMANA BISA TERJADI? 

Penyebab utama belum di ketahui tetapi di duga karena anjing memakan dogfood kering dalam jumlah besar kemudian meminum banyak air sehingga menyebabkan dogfood mengembang dan pada saat bersamaan hewan tersebut melakukan aktifitas berlari atau melompat sehungga menyebabkan lambung terpuntir.  Ada teori yang menyatakan lambung kehilangan ritme kontraksi reguler sehingga udara terjebak di dalamnya sehingga menyebabkan lambung terpuntir.

BAGAIMANA MENGETAHUINYA?

  1. Breed pre disposisi : pada anjing dengan dada yang dalam dan ras besar atau raksasa ( Great danes, Irish, German Shepherds, Bassett Hounds, Afgan Hounds)
  2. Lambung terlihat besar melewati tulang iga, palpasi lambung berisi udara (dari sebelah kiri)
  3. Anjing gelisah dan stress, nafas sesak .
  4. Hewan shock

 

GDV VD

GDV LR

Gambar Lambung anjing yang mengalami GDV, terlihat lambung berisi udara (Radiolucent, pneumogastric). Posisi Ventro-dorsal (gambar atas), posisi lateral (gambar bawah)

APA YANG TERJADI JIKA LAMBUNG MENGEMBANG TERISI UDARA?

Jika lambung membesar isi udara menyebabkan tekanan pada vena besar pada abdomen yang membawa darah kembali ke jantung, akibatnya adanya kekurangan dari output darah dari jantung.  Pengurangan darah pada lambung menyebabkan  jaringan akan kekurangan darah dan oxygen, jika tidak segera di tangani akan menyebabkan rupturnya dinding lambung.

Digesti juga terhenti saat terjadi sumbatan pada lambung sehingga toxin akan terakumulasi yang mengakibatkan peradangan serta terserapnya toksin ke dalam sirkulasi darah, dan terjadi DIC (disseminated intravascular coagulation)

BAGAIMANA MENYELAMATKAN KEHIDUPAN SI ANJING?

  1. Bawa segera ke dokter hewan terdekat karna shock harus segera di tangani dengan  cairan intravena
  2. Tekanan udara dalam lambung harus segera di keluarkan, dokter akan memasukan stomach tube dari mulut ke lambung atau menusukkan jarum besar dari kulit luar ke lambung.
  3. Operasi pengembalian posisi lambung, dan gastropexy ( menggantungkan lambung ke dinding perut agar kejadian ini tidak terulang)

Megacolon

pdhbvet.com Client Education, Education, Vet Information 8 Comments

MEGACOLON

oleh: drh. Ni Made Sutari Dewi

 

Megacolon adalah suatu gangguan fungsional  dimana terjadi peningkatan diameter (pelebaran) pada kolon atau usus besar. Perubahan struktur usus ini menyebabkan fungsi usus menjadi abnormal, termasuk mengurangi motilitas kolon dan konstipasi (sembelit) kronis. Kasus megacolon ini paling sering ditemukan pada kucing dibanding anjing.

Penyebab

Beberapa penyebab megacolon diantaranya adalah adanya  benda asing yang bercampur dengan kotoran atau yang meyumbat bagian usus besar, kurang  gerak, adanya perubahan pada litter box (kotor, perubahan letak, ganti dengan yang baru), stres, fraktur (patah)  atau dislokasi tulang panggul, abses di daerah perineal, tumor, atresia rektal, spinal cord disease (penyakit tulang belakang), congenital spinal anomaly, paraplegia (paralisis/lumpuh bagian tubuh belakang), central nervous system dysfunction, dysautonomia (gangguan system syaraf autonom), idiophatic megacolon, hypokalemia, dehidrasi, kelemahan otot yang ada kaitannya dengan penyakit lain, pemberian obat-obatan seperti antikolinergik, antihistamin, diuretic, dan barium sulfate.

Patofisiologi

Kotoran (feses) dapat bertahan di usus besar selama beberapa hari pada anjing dan kucing tanpa menimbulkan suatu kerusakan pada bagian tersebut. Namun penahanan kotoran yang  berkepanjangan akan mengganggu  proses penyerapan air sehingga feses menjadi lebih kering dan akan menjadi sangat sakit atau sulit untuk dikeluarkan. Ketika kondisi ini semakin parah dan dalam jangka waktu sangat lama maka akan menimbulkan perubahan dalam motilitas usus besar.

Gejala klinis

kucing dan anjing yang mengalami megacolon akan menunjukkan gejala mengalami kesulitan saat akan buang air besar, merejan kesakitan, dan kotoran yang dikeluarkan sangat sedikit jumlahnya. Gejala lain yang muncul antara lain menurunnya nafsu makan, depresi, penurunan berat badan, dan muntah.

Diagnosa

Diagnosa pada kasus ini dapat diketahui dari anamnesa yang diperoleh dan pemeriksaan fisik seperti perabaan pada bagian perut dimana akan teraba bentuk feses yang keras atau bentuk abnormal seperti massa yang menyumbat.  Pemeriksaan  yang lain meliputi laboratorium seperti hematologi, kimia darah dan urinalisis, xray, USG, dan colonoscopy.

Pengobatan

Pengobatan diberikan berdasarkan tingkat keparahan kondisi dan penyebab utamanya. Pemberian obat pencahar atau yang bersifat lubrikasi  seperti lactulose, microlax diharapkan dapat mengeluarkan kotoran (feses) dengan lebih mudah. Bila pasien mengalami dehidrasi maka perlu diberikan cairan infus. Pemberian makanan yang tinggi serat juga bisa membantu meningkatkan motilitas dari usus besar. Namun bila terapi yang telah disebutkan di atas tidak memberikan respon yang bagus maka harus dilakukan colectomy yaitu pengangkatan sebagian ataupun seluruh bagian dari usus besar.

 

megacolon

Gambaran xray pada kasus megacolon pada kucing


Feline Infectious Peritonitis

pdhbvet.com Education, Vet Information 6 Comments

Oleh: drh. Ni Made Sutari Dewi

Feline Infectious Peritonitis (FIP) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Feline Coronavirus (FCoV), yang termasuk ke dalam golongan virus RNA, yang mudah bermutasi. Ada dua tipe dari FCoV yaitu Feline Enteric Coronavirus (FECV) dan Feline Infectious Peritonitis Virus (FIPV). Pada dasarnya kedua tipe tersebut secara genetik tidak ada perbedaan, namun menimbulkan akibat yang berbeda pada kucing yang terinfeksi.

FECV biasanya menginfeksi bagian sel epitel usus, dan dikeluarkan melalui kotoran, air liur, maupun bentuk sekresi yang lain. Virus FECV dapat bertahan lama di lingkungan, ± 6 minggu. Litter box atau debu yang terkontaminasi sangat berperan dalam penyebaran virus ini. Sekitar 80 – 90 % dari populasi multi-cat environment seperti cattery dan shelter beresiko tinggi terhadap penyebaran virus FECV. Selain itu juga bisa terjadi pada sekitar 30-40 % kucing rumahan, dan 12 % pada kucing yang bebas keluar- masuk rumah. Uniknya kucing yang terinfeksi FECV tetap terlihat sehat, tidak menunjukkan gejala sakit apapun. Namun dalam beberapa kasus, kucing yang terinfeksi FECV akhirnya akan mengalami infeksi FIPV, karena FECV bermutasi menjadi FIPV. Sedangkan FIPV yang merupakan hasil mutasi tidak akan bermutasi lagi.

FIPV biasanya menginfeksi monocytes dan macrophage, dan tidak bertahan lama pada sistem pencernaan, sehingga jarang ditemukan pada kotoran. Kucing yang terinfeksi FIPV tidak beresiko menularkan ke kucing yang lain, sehingga tidak perlu diisolasi.

FIP biasanya menyerang kucing umur 3 bulan hingga 2-3 tahun. Beberapa breed yang beresiko terhadap penyakit ini antara lain Abyssinian, Bengal, Birman, Himalayan, Ragdoll Rex. Faktor lainnya yang dapat memicu antara lain stres, genetik, maupun adanya infeksi virus lainnya seperti Feline Leukimia Virus (FeLV), dan Feline Immunodeficiency Virus (FIV).

Gejala klinis

Gejala yang umumnya muncul pada kasus ini adalah, lethargy, anoreksia, berat badan yang menurun drastis, demam yang naik turun, pertumbuhan yang tidak normal pada kitten, dan ikterus. FIP menunjukkan bentuk klinis effusive (wet) dan non-effusive (dry). Tidak jarang juga ada yang menunjukkan gabungan dari bentuk “wet” dan “dry” ini.

FIP dengan bentuk effusive akan menunjukkan gejala ascites (penimbunan cairan di rongga abdomen), pleural effusion sehingga mengakibatkan gejala dyspnea, tachypnea, dan cyanotic mucous membranes. Selain itu juga ada gejala pericardial effusion, CNS problem dan synovitis.

FIP dengan bentuk non-effusive akan menunjukkan gejala klinis sesuai dengan organ yang terinfeksi seperti :

–          Mata   : uveitis dengan hypema, hypopyon, aqueous flare, miosis, keratic precipitates, perubahan bentuk pupil, perubahan warna iris, chorioretinitis, retinal hemorrhage, retinal dettachment.

–          Central Nervous System ( CNS): kejang, ataxia, nistagmus, gemetaran, depresi, perubahan perilaku, paralisis atau paresis, circling, head tilt, peripheral neuropathies, hyperesthesia, dan urinary incontinence.

–          Gastrointestinal : diare, muntah, obstipasi, focal granuloma pada ileum, ileocecocolic junction, atau colon, dan colitis.

Diagnosa

Diagnosa diambil berdasarkan gejala klinis yang muncul, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pemeriksaan dengan USG juga dapat dilakukan untuk mengetahui adanya peritoneal atau retroperitoneal effusion, renomegaly, dan perubahan bentuk diffuse pada intestine.

Pasien dengan tipe “wet” FIP lebih mudah untuk dideteksi. Karakteristik dari cairan yang muncul pada tipe ini antara lain berwarna kuning keemasan, agak keruh, lengket, bila dikocok akan berbuih, memiliki specific gravity 1,017-1,047, dan mengandung protein tinggi (> 3,5 g/dl).

Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan neutrophilia dengan mild left shift, lymphopenia (<1500/µl) dan anemia. Pada serumnya akan ditemukan perubahan seperti :

–          Rasio albumin : globulin < 0,45

–          Total serum protein > 8,0 g/dl

–          Total serum globulin >5,1 g/dl

–           Hypoalbuminemia

–          Peningkatan enzym hati, hyperbilirubinemia, hyperbilirubinuria

–          Azotemia

Pemeriksaan titer antibodi terhadap coronavirus seperti IFA dan ELISA juga tidak spesifik untuk mendiagnosa FIP. Polymerase Chain Reaction (PCR) mungkin lebih sensitif dalam mendeteksi virus RNA melalui darah atau cairan tubuh yang lain.

Dengan demikian ada tiga macam tes yang hasilnya dapat digunakan untuk mendiagnosa FIP yaitu

–          Immunofluoresent stainning terhadap antigen coronovirus yang hasilnya positif

–          Positive Rivalta’s test

–          Titer antibodi coronavirus yang positif

klik untuk lihat video: Rivalta test for FIP

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang cukup efektif untuk menangani kasus FIP. Pemberian antiviral seperti cyclosporine, levamisole, zidovudine/AZT, azyclovir, amphotericin B, dan ribovirin, tidak menunjukkan hasil yang baik, bahkan ada yang menimbulkan efek samping toksik. Umunnya pengobatan yang diberikan sesuai dengan gejala klinis yang muncul, namun sifatnya hanya meringankan, tapi tidak menyembuhkan, bahkan suatu saat bisa menurun lagi dan tidak berespon terhadap pengobatan tersebut. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain antibiotika, antimuntah, prednisolone, cyclosphosphamide atau chlorambucil, recombinant feline interferon-omega atau recombinant human interferon-alpha.