Leptospirosis pada Anjing

admin Vet Information 5 Comments

Leptospirosis pada Anjing

 

Leptospirosis merupakan penyakit menular dan zoonosis (menular dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya) yang menyebabkan kegagalan ginjal akut serta penyakit hati. Penyebab leptospirosis adalah berbagai serovar dari Leptospira interrogans. Leptospirosis dalam bentuk subakut tidak tampak gejala klinis sedangkan dalam bentuk akut akan menyebabkan sepsis, nefritis interstisialis (infeksi di ginjal), anemia hemolitika, hepatitis dan abortus. Anjing yang memiliki aktifitas di luar ruangan dan anjing pemburu lebih beresiko menderita leptospirosis. Faktor lingkungan yang mendukung kehidupan Leptospira sp yaitu lingkungan yang lembab dan hangat, musim penghujan, dataran rendah, daerah tropis dan subtropis, lingkungan yang berair. organisme dapat bertahan 180 hari di dalam air atau tanah yang basah, lingkungan yang padat populasi serta terdapat hewan pengerat atau satwa liar.

 

Penyebab

            Leptospirosis pada anjing dapat disebabkan oleh infeksi dari berbagai serovar Leptospira interrogans antara lain yaitu L. australis, L. autumnalis, L. ballum, L.batislava, L. bataviae, L.canicola, L.grippotyphosa, L. hardjo, L. icterohaemorrhagica, L. pomona, dan L. tarassovi. Sedangkan pada kucing dapat disebabkan oleh serovar L. bratislava, L. canicola, L. grippotyphosa, dan L. pomona. Serovar yang sering dipakai di dalam vaksin Leptospira yaitu serovar L. canicola dan L. icterohemorrhagica. Antibodi yang terbentuk terhadap serovar-serovar diatas merupakan antibodi serovar spesifik  sehingga tidak menimbulkan reaksi silang antar serovar  yang berakibat tidak adanya perlindungan terhadap serovar lainnya yang berada di alam walaupun sudah divaksin.

Penularan

            Perpindahan Leptospira ke hewan atau individu lainnya dapat melalui kontak langsung dan tidak langsung. Penularan dapat melalui kontak langsung terhadap urin, abortusan, cairan sperma penderita. Sedangkan secara tidak langsung dapat melalui paparan terhadap lingkungan yang terkontaminasi seperti tanaman, tanah, makanan, air, selimut yang dalam kondisi yang cocok bagi Leptospira bertahan hidup. Leptospira tersebut dapat berasal dari penderita ataupun hewan reservoir seperti tikus. Pada hewan yang telah beradaptasi (hospes), infeksi hanya akan menyebabkan gejala subklinis dan akan menjadi reservoir yang akan menyebarkan Leptospira secara perlahan-lahan. Sedangkan infeksi pada hewan yang tidak teradaptasi akan mengakibatkan penyakit klinis. Leptospira yang dikeluarkan akan berenang bebas di air dan akan menginfeksi melalui luka di kulit, luka gigitan, dan melalui mukosa mata, mulut, alat kelamin, dan mukosa lainnya.

Patogenesa

            Leptospira yang berhasil menembus kulit dan mukosa akan masuk dengan cepat ke pembuluh darah (4-7 hari) dan menyebar ke seluruh bagian tubuh (2-4 hari) terutama ginjal dan hati. Invasi Leptospira tersebut akan menyebabkan demam,  leukositosis, anemia hemolitika, hemoglobinuria ringan, dan albuminuria. Selain itu, akan terjadi ptechie (bintik bintik merah di kulit) akibat rusaknya sel endotel kapiler pembuluh darah. Hati akan mengalami nekrosis sehingga terjadi jaundice (kekuningan). Leptospira akan berkoloni dan replikasi di dalam epitel tubuli ginjal sehingga menyebabkan nefritis interstisialis. Kematian dapat terjadi akibat nefritis interstisialis, kerusakan buluh darah, dan kegagalan.

Gejala Klinis

                        Gejala klinis akan muncul setelah masa inkubasi yang berlangsung selama 5 – 15 hari (rata – rata 1 minggu). Hewan yang menderita perakut dan akut akan menunjukkan gejala berupa anoreksia (hilangnya nafsu makan), lesu, hiperestesi otot-otot perifer, pernafasan yang dangkal, muntah, demam, mukosa pucat dan detak jantung cepat. Kerusakan sel-sel trombosit akan mengakibatkan koagulasi perivaskuler yang luas (Disseminated Intravasculer Coagulation) sehingga terjadi ptechie dan ecchymoses di kulit, epistaksis (mimisan) dan melena (kotoran kehitaman). Gejala klinis lainnya yg cukup khas adalah jaundice (kuning) pada membrane mukosa.

anjing

Mukosa anjing yang mengalami leptospirosis, terlihat kekuningan akibat tingginya kadar bilirubin dalam darah

Diagnosa

Diagnosa terhadap leptospirosis tidak cukup hanya berdasarkan gejala klinis, hematologi maupun kimiawi darah. Pemeriksaan-pemeriksaan hanya akan memperoleh gambaran adanya gangguan di hati dan ginjal bukan agen penyebab. Gambaran pemeriksaan darah terdapat adanya peningkatan PCV akibat dehidrasi, leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih), trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), BUN dan kreatinin yang tinggi (indikasi gangguan ginjal), peningkatan enzim hati (SGOT, SGPT, ALP), proteinuria, dan isothenuria.

Diagnosa terhadap agen penyebab dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratoris yaitu melalui PCR.

Terapi

            Terapi yang dapat dilakukan terhadap penderita leptospira yaitu terapi cairan untuk menangani dehidrasi yang terjadi akibat demam, anoreksia. Jika tidak urinasi atau urin sedikit dapat diterapi menggunakan diuresis yang tidak memberatkan ginjal. Sebelum dilakukan terapi diuresis, sebelumnya harus dilakukan rehidrasi terlebih dahulu. Terapi antibiotika yang tepat yaitu menggunakan amphicillin setiap 8 jam secara intravena. Untuk mengeliminasi leptospira dari jaringan interstisial ginjal menggunakan antibiotik doxycycline selama 3 minggu.

Pencegahan

            Pencegahan melalui vaksinasi merupakan tindakan terbaik yang dapat dilakukan walaupun perlindungan yang berasal dari vaksinasi tersebut dinilai sangat kurang. Hal tersebut dikarenakan vaksin yang sering digunakan hanya menggunakan 2 tipe serovar yaitu serovar L. canicola dan L. icterohemarrhagica. Pabrikan vaksin Fort Dodge telah mengembangkan vaksin dengan empat tipe serovar yaitu L. canicola, L. icterohemarrhagica, L. grippotyphosa, dan L. pomona.

Tindakan pencegahan lainnya yang tidak kalah penting yaitu sanitasi kandang yang baik untuk mencegah kontak dengan urin penderita, pengendalian terhadap hewan pengerat, monitoring dan memindahan anjing carier sampai terapi selesai, mengisolasi hewan penderita selama pengobatan. Selain itu, perlu adanya pembatasan aktifitas ke area yang basah, dataran rendah dengan air yang menggenang serta ke alam liar.

Infeksi pada manusia

Leptospirosis merupakan penyakit menular. Infeksi pada manusia dapat terlihat subklinis, ringan, seperti sakit flu, atau gejala berat dengan gangguan liver dan ginjal. Pencegahan perlu dilakukan dengan cara desinfeksi area, memakai sarung tangan, masker, dan cuci tangan setelah memegang penderita.