Vet Information

Studi kasus : Penanganan penyakit Congestive Heart Failure (CHF) pada Anjing Rottweiler

admin Vet Information Leave a comment , , , , , ,

Studi kasus : Penanganan penyakit Congestive Heart Failure (CHF) pada Anjing Rottweiler.
Agus Efendi, Endang Yuli Astuti, Sukamto Priyadi, Cucu K Sajuthi

Praktek Dokter Hewan Bersama 24 Jam drh Cucu K Sajuthi dkk.
Jl. Sunter Permai Raya, Ruko Nirwana Sunter Asri Tahap 3 Blok J 1 No 2,Sunter Jakarta Utara

 

Abstrak

            Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung  tidak dapat berfungsi memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuuhi kebutuhan metabolisme jaringan, atau hanya dapat bekerja apabila tekanan pengisian (filling presure) dinaikan. Seekor anjing ras rottweiler jantan umur 17 tahun datang dengan keluhan lemah, lumpuh, kurus dan perut membesar. Beradasarkan pemeriksaan klinis yang ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, ultrasonografi, radiologi, dan elektrokardiografi, maka diperoleh kesimpulan bahwa Bruno mengalami congestive heart failure. Congestive Heart Failure (CHF) bukan suatu diagnosa spesifik namun merupakan sebuah sindroma yang disebabkan satu atau lebih proses penyebabnya. Terapi yang diberikan meliputi pemberian pimobendan yang dikombinasi dengan enalapril dan furosemid. Disamping itu, makanan diet khusus jantung, suplemen minyak ikan, multivitamin, abdominocentesis berkala dan akupuntur. Setelah 8 bulan diberikan terapi di atas secara rutin, perkembangan kesehatan Buno menunjukkan adanya perbaikan kualitas hidupnya.

Kata kunci: Congective heart failure, ascites, anjing rottweiler, terapi.

Signalemen, Anamnese dan Gejala Klinis

Anjing Bruno ras rottweiler jantan berumur 17 tahun dengan berat 26 kg pada bulan Januari 2012 datang  ke klinik Praktek Dokter Hewan Bersama (PDHB) Drh Cucu K Sajuthi dengan gejala kelumpuhan yang mendadak, penurunan berat badan dan perut membesar. Pemeriksaan klinis ditemukan adanya nafas abdominal, tachypnoe, kaheksia, kelemahan otot serta daerah ekstremitas tubuh yang dingin. Distensi abdomen akibat ascites terlihat cukup besar dengan isi cairan kental kemerahan sebanyak 4,5 liter. Daerah thorak terlihat adanya ictus cordis. Auskultasi jantung terdengar tachycardia serta arritmia.

Hasil Uji Pendukung

            Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya radioopasitas di dalam abdomen yang menggambarkan adanya cairan di dalam abdomen dan radioopasitas di paru-paru yang menggambarkan adanya edema pulmonum (Gambar 1). Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanya akumulasi cairan di dalam abdomen dan dilatasi vena porta hepatica dengan sel hepatosit yang masih seragam (Gambar 2). Pemeriksaan melalui echocardiografi didapatkan gambaran penebalan musculus papillaris dan penebalan dinding ventrikel (Gambar 3). Pemeriksaan elektrocardiografi (Gambar 4) menunjukkan adanya tachycardia 212 bpm, dan bentuk gelombang P tidak sama. Haematologi tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Pemeriksaan sitologi cairan ascites memperlihatkan adanya sel-sel neutrofil yang bercampur makrofag. Profil tersebut konsisten dengan karakteristik effusi abdomen yang terjadi sebagai kondisi sekunder pada right-sided heart failure. Berdasarkan gejala dan pemeriksaan klinis serta penunjang Bruno didiagnosa mengalami CHF.

1

Gambar 1 Hasil roentgen thoraks Bruno menunjukkan adanya edema pulmonum

2 3
(a)                                                      (b)
Gambar 2 (a) USG rongga abdomen anjing Bruno menunjukkan adanya effusi cairan di dalam rongga abdomen (A) anjing Bruno. (b) USG liver Bruno menunjukkan adanya kongesti vena di dalam liver dengan hepatosit yang memiliki echositas yang seragam.

4

Gambar 3 USG jantung Bruno menunjukkan adanya penebalan ventrikel jantung

5

Gambar 4  EKG jantung Bruno menunjukkan adanya tachicardia 221 bmp dengan bentuk gelombang P yang tidak sama.

Diagnosa dan Prognosa

Berdasarkan gejala dan pemeriksaan klinis serta penunjang Bruno didiagnosa mengalami Congective Heart Failure (CHF).

Terapi

Terapi yang diberikan meliputi pemberian pimobendan, enalapril dan furosemid.  Disamping itu diberikan juga makanan diet khusus untuk penderita kelainan jantung, suplemen minyak ikan, multivitamin.  Sebagai terapi penunjang juga dilakukan abdominocentesis berkala dan akupuntur.

Pembahasan

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi yang  terjadi saat jantung  tidak dapat berfungsi memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuuhi kebutuhan metabolisme jaringan, atau hanya dapat bekerja apabila tekanan pengisian (filling presure) dinaikan. Terdapat tiga tahapan dalam kejadian gagal jantung yaitu gangguan pada jantung, mekanisme kompensasi dan gagal jantung yang disertai gejala klinis disfungsi jantung. Beberapa kerusakan atau disfungsi jantung mengakibatkan perubahan hemodinamika secara kronis. Perubahan hemodinamika tersebut memicu aktivasi mekanisme neurohumoral untuk meningkatkan fungsi jantung dan perfusi jaringan. Aktivasi mekanisme kompensasi tersebut yang terjadi secara kronis akan memicu disfungsi cardiovascular yang progresif yang pada akhirnya akan mengakibatkan life-threatening congestive heart failure (CHF), low-output failure atau kematian mendadak (Tilley et al. 2008 ).  Congestive heart failure (CHF) merupakan istilah untuk kongesti yang terkait dengan meningkatnya diastolic filling pressure yang menjadi syarat pembentukan kongesti dan edema (Abbott, 2000). Kongesti dan edema tersebut terjadi karena tekanan hidrostatik vena dan kapiler. Congestive Heart Failure (CHF) bukan suatu diagnosa spesifik namun merupakan sebuah sindroma yang disebabkan satu atau lebih proses penyebabnya (Nelson dan Couto, 2003).

Penurunan kemampuan pompa jantung selalu disertai dengan hambatan aliran balik vena dan peningkatan tekanan pengisian pada  salah satu atau kedua ventrikel. Respon kompensasi dalam menjaga nilai homeostasis hemodinamik memiliki keterbatasan dan akhirnya menyebabkan efek samping yang merusak, dengan manifestasi klinis yang mencirikan sindroma. Tanda-tanda klinis dari gagal jantung bervariasi  tergantung pada penyebab khusus penyakit jantung tersebut. Oleh karena itu, dikarenakan banyaknya penyebab gagal jantung yang ada, tidak ada satu rangkaian tanda klinis yang dapat menggambarkan sindroma, karena meskipun tergantung pada mekanisme kompensasi yang sama, pola keterlibatan langsung vaskular regional berbeda jauh (Abbott, 2000).

Tanda – tanda klinis dari gagal jantung merupakan manifestasi dari efek samping yang merusak akibat aktivasi yang berlebihan dan terus menerus terhadap mekanisme kompensasi. Mekanisme kompensasi tersebut hanya memberikan efek positif saat tahap awal gagal ginjal. Manifestasi tersebut dapat dikelompokkan yaitu(Abbott, 2000):

1. Sistem saraf simpatik yang berlebihan meliputitachycardia, kadang disertai dengan ektopi ventrikel, vasokontriksi yang general menyebabkan selaput lendir pucat, pompa kapiler lambat dan daerah ekstremitas menjadi dingin. Auskultasi dan EKG jantung Bruno didapatkan adanya tachycardia (221 bpm), arritmia serta ekstremitas tubuh yang dingin.

2.  Volume darah yang berlebihan : suara jantung ke tiga (gallop) menunjukkan adanya peningkatan tekanan pengisian ventrikel (ventricular filling pressure), distensi vena secara general, hepatomegali, effusi pleura, ascites, kadang-kadang terjadi edema subkutan, edema pulmonum dan tanda – tanda gangguan pernapasan (takhipnea, hiperpnea, pulmonary rales, batuk berdahak sampai berbusa). Ultrasonografi pada abdomen Bruno memperlihatkan adanya ascites dan kongesti pada vena-vena di dalam hati dengan hepatosit yang masih seragam. Hal tersebut menandakan ascites tersebut merupakan akibat kongesti vena bukan diakibatkan oleh gangguan di hati. Edema pada Bruno juga terjadi di paru-paru yang terlihat dari hasil X-Ray thoraks. Berdasarkan pemeriksaan total protein serta albumin darah yang masih dalam kisaran normal maka edema yang terjadi pada Bruno murni diakibatkan CHF bukan akibat dari hipoproteinemia.

3.  Hipertrofi miokardium yang berlebihan (akhirnya berkontribusi terhadap  overload cardiomyopathy), penurunan output jantung, artmia ventrikel, kelemahan otot rangka, atropi otot secara umum (cardiac cachexia) dan gagal ginjal.Hipertofi miokardium pada jantung Bruno teramati melalui pemeriksaan echocardografi. Hipertrofi tersebut terjadi sebagai mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk menormalisasikan output jantung, ketegangan pada dinding jantung dan diastolic filling pressure. Aktivasi mekanisme kompensasi melalui aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS) dan Sympathetic Nervous System (SNS) yang terjadi secara kronis akan mengakibatkan perubahan patologis pada miokardium ventrikel yang berkontribusi pada disfungsi jantung. Kelemahan otot dan cardiac cachexia juga nampak pada otot-otot tubuh Bruno.

Penanganan medis pada kasus gagal jantung ditujukan dalam mengurangi gejala dan disfungsi jantung karena mayoritas kasus, gangguan jantung dan gagal jantung tidak dapat disembuhkan. Gejala kongesti dapat diterapi dengan obat yang mengurangi cardiac filling pressure (penurun preload seperti diuretik dan venodilator) dan obat yang memudahkan kinerja jantung (ionotropik positif dan dilatator arteri) (Tilley et al. 2008).Terapi yang diberikan meliputi pemberian obat ionotropik positif dan vasodilatator (pimobendan 0,25 mg/kg BID) yang dikombinasi dengan ACE-inhibitor (enalapril 0,5 mg/kg BID) dan diuresis (Furosemid 2 mg/kg BID). Selain itu, terapi juga menggunakan makanan diet khusus jantung, suplemen minyak ikan dan multivitamin. Selain menggunakan terapi obat, terapi CHF juga dikombinasikan dengan makanan diet khusus jantung. Pada umumnya makanan diet untuk kasus jantung memiliki kandungan yang natrium yang terbatas. Selain itu makanan tersebut juga mengandung L-carnitin dan taurine sebagai suplementnya. Pasien yang mengalami anoreksi dan cardiac cachexia direkomendasikan untuk pemberian minyak ikan dengan dosis 40 mg/kg/day EPA (eicosapentaenoic acid) dan 25 mg/kg/day DHA (docosahexaenoic acid) (Tilley et al. 2008). Akupuntur dan abdominocentesis juga dilakukan secara berkala. Perkembangan kesehatan Buno dengan mengkonsumsi obat dan makanan khusus selama 8 bulan rutin menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan dengan terlihatnya mampu berdiri dan berjalan meskipun masih terlihat kaheksia dan ascites (Gambar 4).

6 7
(a)                                         (b)
Gambar 4 Aspirasi cairan effusi abdomen (a) secara berkala, pemberian obat dan suplemen, serta akupuntur dapat membantu memperbaiki kualitas hidup Bruno (b)

Kesimpulan

            Penyakit gagal jantung tidak dapat disembuhkan dan menyebabkan komplikasi berupa edema pulmonum dan ascites, hipertropi jantung, kelemahan dan atropi otot-otot tubuh. Melalui terapi dan pengaturan jenis pakan diet yang baik dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas hidupnya.

Daftar Pustaka

Abbott J. 2000. Small Animal Cardiology Secrets. Philadelphia : Hanley & Belfus Inc. Missouri: Saunders-Elsevier.

Nelson RW dan Couto CG. 2003. Small Animal Internal Medicine.

Tilley LP, Smith FWK, Oyawa MA, dan Sleeper MM. 2008. Manual of Canine and Feline Cardiology Fourth Edition. Missouri: Saunders-Elsevier.


Case Report: Management Vaccine Associated fibrosarcoma in 2 persian cats

admin Vet Information Leave a comment , , , , , ,

Case Report: Management Vaccine Associated fibrosarcoma in 2 persian cats

By: drh. Cucu Kartini Lie and drh. Diana Safitri

 

ABSTRACT

A single hard lump (diameter 4.5 cm) and elongated lump (2.5 cm x 8 cm) found in 2 persian cats in young –adult cats, both male intacts were developed  hard masses and attached to the muscle of the top of the neck between inter scapulae area after 8 – 10 month vaccination against polyvalen vaccine contains panleukopenia, calicivirus and herpes virus

Owner notice that the lump enlarge within 1 month, but both cats do not show any abnormalities on health condition, except they’ll feel little pain when they’re not touched gently.

Citology evaluation from 2 cats showed  that population of tumor cells potential as malignant cells which were suspected to be originated  from mesenchimal. From that characteristics were assumed to be soft tissue sarcoma.

A vaccine-associated sarcoma (VAS) is a type of malignant tumor found in cats. These tumors have been commonly associated with Rabies and feline Leukemia virus vaccine that contained allumiunium adjuvant. However, recent information suggested that injection site sarcomas can occur with any types of vaccine (lappin, 2009).

The incidence of VAS is unknown and difficult to estimate due to various methods of reporting the tumors. However, it is estimated at 1 case per 1.000 to 1 case per 10,000 vaccine administered. The likelihood of sarcome development increases within years following an injection (grace,2006)

Treatment VAS of two cats was performed by surgical procedure. Followed with antibiotic cefadroxil 20 mg/kg bid for 7 – 10 days and Transfor factor advance  once a day as anti oxidant. The previous evaluation from thorax radiograph  were not revealed of metastase to the lung yet.

Histopathology diagnosis after removed the mass from two cats was fibrosarcoma.

Current adjuvant treatment after surgery, two cats under chemotherapy with AC protocol (combination of Doxorubicin and Cyclophospamide).  Doxorubicin 20-25 mg/m2 IV day 1. At day 3, 4,5 and 6 took cyclophospamide 50 mg/m2/PO , and then repeat cycle every 21  days, total giving  of 3 cycles.

Keywords: chemotherapy, feline, fibrosarcoma, vaccine

 

Case report

Two young-adult  persian intack male, from different owner were presented to the PDHB Clinic when they found  hard masses and attached to the muscle of the top of the interscapulae  after 8 – 10 month vaccination against polyvalen vaccine contains panleukopenia, calicivirus and herpes virus. The owner notice those lumps are growing very fast within 1 month. From the two cats, We notice the single lump is round shape with 4.5 cm in diameter and another lump is elongated shape (2.5 cm x 8 cm )

kucing1

Picture 1. Lump in Persian Cat

 

Initial clinical findings

The cats conditions during their presented were normal, except cats refuse when it grooms or  strong  palpation. Mucose membrane was normal, body temperature slight fever (39,6ºC), activity and performance status quite well (Grade  1/4  due to Modified Karnovsky’s ( p 1101, chapter 78. Small animal internal med 3 ed)

 

Differential diagnose consideration

1. Tobby/male/Persian/adult

The presence of  lumps or  swelling were suspected to insect bites and some bacterial infections are often result in acute focal onset (james P. Chapter 45,small animal medical diagnose). To confirm those diagnose of that lump, performing of citology (FNA/B)sample is the effective. Although FNA/B finding may provide a definitive answer, more often the surgical biopsy is nesessary, because sarcoma do not consistently exfoliate cell. selected neoplasia (chapter 84.Small animal internal med 3 ed, 1151 -1152)

Citology was performed by FNA/B staight forward to the nodular mass on Tobby. The citology  contains lerge number of  neoplasticcells, details round cells type, histolitic, spindle cells and multinucleated giant cells almost 30 nucleus. Tumor cells have variable cytoplasm from pink to amofofilic and vacoulation.  From the citology  were assumed as soft tissue sarcoma /Malignant fibrous histiocytoma.This tumor is malignant tumor originally from fibrocyts as a variant tumor are the most commonly implicated Feline Vaccine-associated fibrocsarcoma.

pic2

Picture 2. Citology Lump from Tobby

In cats, fibrosarcoma can be happen within 3 – 11 months post vaccinal, it can occure on young cats ( 3 years) and no sex predilection,. Unfortunately VAS unpredictable evidence, some reasearch assumed that relatively low evidence around 1: 1000. Reccurrence after completed removed is common, and potencial to be metastase

2. Goldy/male/Persian/Adult

Citology result from Goldy originate from mesenchimal cells from soft tissue (soft Tissue Sarcoma) risk of reccurence post surgery  will be happen as local invasive and metastasis to regional lymphnodes, mediastinum and lung

pic3

Picture 3. Histopatology Lump from Goldy

Base on blood work result, performance status that both cats were suitable for surgery and considered combined with chemotherapy and immunotherapy. Big,wide and deep incision ( 2 -5 cm incision remove from the margins site) were performed to anticipate of  reccurency of tumors, the following treatment with antibiotic (cephalexin bid for 10 days and transfer factor advance ® bid for 3 months). After 10 days sugery, cats visiting for opening suture, unfortunately, the skin healing process were slower than usual, It may be happen due to technique of incisison (too large skin removed), delay healing of cell suround the tumors,or infection handling.  Antibiotic oraly and topicaly to be continue for another 5 more days. Completely remove suture 2 weeks after surgery with nice skin healing.

pic4

Picture 4. One Week After Goldy Surgery

 

A week after removed suture, elongated lump cat start growing small hard tissue, suspected scar tissue or growing the tumor, one week after chemotherapy and immunotherapy treatment, the lump was disappeared. The treatment  followed by chemotherapy Adriamycin (Doxorubicin) slow IV, following  Cyclophospamid oral (cytoxan) on the day 3,4,5 and 6.

 

One cat (elongated lump) has nausea being the oral chemo, and decide to keep continue with combined with omeprazole for 7 days. Another cats, seems doing accepted to chemotherapy treatment. On the cylus 2, they  was normal and body temperature stable, except slight shading their fur, appetite was normal, slight conjunctivitis, no evidence of lose whiskers. Blood work peformed One week after the third cyclus, it seem was an abnormality on globulin

 

Vaccine-associated feline sarcoma recommendations to help identify causes, and reduce the prevalence of VAS. Vaccines containing rabies antigen should be given as distally as possible in the right rear limb.Vaccine containing leukemia antigen should be given as distally as possible in the left rear limb. Vaccine containing any other antigent exclude rabies and leukemia, are given on the right shoulder, being avoid  the midline or interscapular space. Vaccines should be given subcutaneously, rather than inramuscullary. Ensure medical records are kept of the date,site of injection, type, serial number and manufacture of vaccine

 

Principles of chemotherapy, chemotherapy as cytotoxic drug inhibit cell growth and division. Cyclophospamid as alkylating agent interferen with replication of DNA and transcription of RNA. Major toxicity of alkylating agent  can effect the gastrointestinal tract (anorexia, vomiting and diarrhoea), alopesia or thining of the coat and loss of whiskers.

 

Safe handling of cytotoxic drugs:

1 tablet should never be broken or crushed and capsule should not be opened

2. disposable latex gloves should be worn when handling any drug/capsule

3. container should be labelled clear with the name of the agent . warning to keep out of reach of children.

4. staff and owner should be informed should always be worn when adminiter the tablet/capsul.

5. hand must  always be washed following handling

6.all the excess or anwanted drugs should be disposed of by high-temperature inceneration. ( A.J Stell and J.M Dobson, Capter 3, Chemotherapy in the treatment of neoplasia. Pp 20 – 27)Feline medicine and therapeutic, 3 ed. E.A chandler, C.J. Gaskell and R.M. Gaskell ,BVSA,2007 .

 

Vaccines are most often associated with VAS particularly fe LV and Rabies, However, recent information suggested that injection site sarcomas can occur with any types of vaccine (lappin, 2009). Adjuvanted vaccines produce inflammation, stimulate fibroblasts to divide, and are responsible for free radical formation, witch results in oxidative damage to DNA. Apparently cats are unique species susceptibility to oxidative injury is one reason for the high vaccine –associated tumor rate. However, granulomas and inflammation occur in cat only 1- 5 in 10,000 develope sarcoma, it may depend on individual susceptibility to oxidative stress. Adjuvanted vaccined produce granulomas 3 weeks after vaccination but dissapear within 3 months, in that reason decition for removing any lump at vaccination site if it meets any one of the following 3 criteria are still present 3 months after vaccination, > 2 cm in size at any time after vaccination, growing in size 4 weeks after vaccination. (Dennis W.Macy, DVM. Vaccine risks 413-415,feline internal medicine secrets, Michael R. Lappin, DVM,PhD,DACVIM, hanley & Belfus,inc 2001)

 

Refference:

  1. Morrison WB,2001. Vaccine-associated feline sarcoma.ASMA; 218:697-702
  2. Martin M, 2003. Vaccine-associated fibrosarcoma in cat. The canadian Veterinary  journal; 44: 660-663 (pubmed)
  3. Grace SF, 2009. Sarcomas, injection site in the feline patient: 130. Third edition
  4. Lappin MR, 2009. Feline vaccine associated side-effects: local and systemic manifestations. Feline medicine and surgery: 25
  5. A.J Stell and J.M Dobson,chapter 3, chemotherapy in the treatment ofneoplasia.pp20-27) feline medicine and therapetic, 3 ed. E.A Chandler, CJ Gaskell and R.M> Gaskell, BVSA, 2007.
  6. Dennis W. Macy, DVM. Vaccine risks 413-415, Feline Internal Medicines secrets, Michael R. Lappin, DVM, PhD, DACVIM, Hanley & Belfus, inc  20010
  7. James P. Small Animal Medical Diagnose chapter 45
  8. Selected Neoplasia, Small Animal Internal Medicines 3 ed,chapter 84 pp 1151-1152

 


Folicular Ophthalmitis / “Cherry eye”

admin Vet Information 1 Comment , , ,

Folicular Ophthalmitis / “Cherry eye”.
Oleh : Drh. Cucu Kartini

Folicular Ophthalmitis atau lebih dikenal sebagai cherry eye merupakan jendolan  kelenjar  pada membrana nictitans akibat lemahnya jaringan ikat yang menempel antara ventral membran dan jaringan periorbital, sehingga kelenjar mengalami pembengkakan dan terkesan menonjol seperti buah cherry.

Predisposisi ras anjing didiagnosa Cherry eye yang sering dijumpai di klinik PDHB berturut turut adalah English bulldog,  Beagle, Cocker spaniel, Labrador, Chi hua hua, Pekingese, anjing lokal, dan kucing persian. Mata yang terserang bisa unilateral dan atau bilateral, umumnya terjadi dibawah usia 2 tahun.

anjing4

Gambar 1. Kasus Cherry Eye pada Anjing

kucing1

Gambar 2. Kasus Cherry Eye pada Kucing

Pemilik hewan kesayangan maupun dokter hewan pemula umumnya beranggapan penonjolan pada mata tersebut merupakan tumor pada mata. cherry eye sering ditemukan pada anjing dari pada kucing. Mata yang mengalami cherry eye umumnya unilateral, tapi pada periode tertentu bisa menjadi bilateral.

Keberadaan membrana nictitans dengan sel granular dan  mempunyai tanggap kebal yang sangat kompleks dan lengkap tersebut mempunyai arti penting dalam kwalitas air mata, kondisi ini menjadikan alasan bahwa pengangkatan cherry eye akan mengakibatkan kejadian penurunan kwantitas dan kualitas produksi air mata (Keratoconjuntivitis Sicca atau dry eye. Diagnosa cherry eye sangat mudah karena langsung terlihat tanpa memerlukan penunjang diagnosa lain

Penanganan kasus cherry eye tahap awal dan sangat kecil dapat diberikan pemberian obat tetes mata antibiotik –steroid  sehari 4 x selama 5 -7 hari, dengan diyakini terlebih dulu jika kornea hewannya tidak ada luka. Untuk kasus Cherry eye yang sudah besar dan terlambat penanganannya atau usaha pengobatan tidak sembuh, maka pendekatan operasi adalah salah satu pilihan yang tidak bisa ditawar  dengan tindakan operasi tehnik  pembenaman pocket morgan.

Anatomi, Histology dan fungsi Membrana nictitans.

Membrana nictitan atau disebut “third eyelid” atau “haw” merupakan jeringan berselaput tipis terletak di bagian  medial canthus, dengan fungsi utama  melindungi kornea secara fisik. Secara nyata membranan nictitans mempunyai pengaruh terhadap normalnya kualitas produksi air mata.

Bentuk dasar dari membrana nictitans pada anjing dibentuk oleh tulang rawan hyalin berbentuk huruf T. “ Lengan” dari huruf T tersebut merupakan margin bebas dari membrana nictitans , sedangkan “ kaki” huruf T berupa batang tegak lurus dibungkus oleh serabut elastis  permukaan anterior dan posterior  konjungtiva dan sejumlah limfoid  serta goblet cell. Bagian ventral dari kaki huruf T akan menyambung dengan jaringan ikat periorbital yang terkait dengan inferonasal bola mata.

Dari penelitian para ahli dengan metoda histokimia ditenggarai  bahwa membrana nictitans yang terdiri dari sel tubular menghasilkan cairan serous dan sel acinar menghasilkan mucus, dengan kata lain membrana nictitans mensekresikan siaolomucin. Membrana nictitans juga tanggap kebal pada permukaan kornea karena mempunyai IgA plasma cell yang terletak pada permukaan epithelium conjungtiva dan dalam stroma  jaringan ikatnya.

Keberadaan membrana nictitans dengan sel granular dan  mempunyai tanggap kebal yang sangat kompleks dan lengkap tersebut mempunyai arti penting dalam kwalitas air mata, kondisi ini menjadikan alasan bahwa pengangkatan “cherry eye” akan mengakibatkan kejadian penurunan kwantitas dan kualitas produksi air mata ( “dry eye”)

 

Teknik Operasi

Beberapa teknik yang dilakukan untuk penanganan operasi  yaitu Posterior Nictitans anchoring methode (Gross teknik), modified posterior anchoring methode (Blogg teknik), anterior anchoring tacking methode (Kaswan and Martin), intra nictitans tacking technique (Plummer teknik) ,Conjunctival mucosa envelope (moore methode), dan conjunctival mucosa pocket (morgan/Moore).

Apapun tehnik yang dilakukan, prinsip penanggulangannya adalah membenamkan kembali  kelenjar yang prolapse pada posisinya tanpa merusak, menghilangkan jaringan granular, dan saluran excretory nya. Membrana nictitans tetap bisa bergerak dengan bebas setelah operasi.

Dari sederet tehnik pengoperasian, conjunctival mucosa pocket Morgan adalah metoda paling mudah yang sering digunakan di klinik,  tingkat keberhasilan untuk tidak muncul kembali  90 % pada kasus kejadian hewan dibawah 1 tahun dan benjolan derajat sedang .

Kejadian muncul kembali umumnya disebabkan pemilik membawa hewannya setelah jendolan terlalu besar dan  komplikasi infeksi .Penggunaan ukuran dan bahan benang tidak sesuai , sehingga benang mudah lysis dan lepas  sebelum jaringan menyatu.

Tehnik pengerjaan yang tidak tepat.

Cherry eye dengan jendolan derajat parah dan  terlembat penanganannya, dengan menggunakan metoda Morgan pocket kadangkala muncul  kembali, untuk kasus tersebut  metoda Kaswan and Martin lebih direkomendasikan.

anjing5

Gambar 3. Kasus Cherry Eye pada Anjing Cocker Spanie, Sebelum di Operasi (kiri) dan setelah Operasi (kanan)

Tahapan prosedur morgan pocket :1

Dibawah pengaruh anastesi umum, lakukan posisi lateral recumbency

  1. Dengan cairan Na CL steril bersihkan kelopak mata, irigasi conjungtiva,  permukaan kornea dan eye fornix , lalu sucihamakan dengan betadine 0.5 %.
  2. Pasang drape mata lalu pasang eye speculum
  3. membrana nictitans di kuakan dengan menggunakan ”:stay suture”, sehingga terlihat kelenjar dengan jelas
  4. buat 2 sayatan semi circular pada mucosa sekitar kelenjar dengan scalpel # 15
  5. pisahkan  mucosa dan sub mucosanya, lalu benamkan kelenjar yang sudah terlepas tadi ke bagian dalam
  6. tusukan jarum dimulai dari arah lateral membran nictitans lalu tembus ke tepi sayatan.
  7. tarik tepi sayatan dan buat jahitan “double  continuos suture” absorbable no 5/0 atau 6/0 dengan kedua sisi lateral mucosa konjungtiva dibiarkan terbuka , agar sekresi kelenjar air mata tetap bisa keluar.
  8. ahiri jahitan dengan mengikatkan ujung benang dari tusukan pertama di bagian lateral membrana nictitans tersebut, sehingga benang tidak melukai kornea.
  9. lepas  “stay suture”, lalu berikan obat antibiotik atau antibiotik dan steroid salep atau tetes mata .
  10. pasang E – collar

anjing3

anjing2

anjing1

Gambar 4. Teknik Operasi Cherry Eye dengan Metode Morgan Pocket

Pengobatan dan penanganan pasca operasi

Berikan antibiotik atau antibiotik yang digabung dengan steroid salep atau tetes mata sehari 3 – 4 x selama 5 hari. Beri obat minum anti inflamasi.Untuk kasus cherry eye yang sudah chronis dan besar sehingga konjungtiva menebal, umumnya akan mengecil  setelah beberapa minggu.

Daftar Pustaka

Kirk N Gellat Janice P.Gelatt Veterinary Ophthalmic surgery pp 178-184, Elsevier,  2011

Kirk N. Gellat, Essentials of vet ophythalmology 2nd ed pp109, Wiley-Blackwell ,2008

Robert Peiffer, and Simon Petersen-Jones, Small Animal Ophthalmology A problem – oriented approach , 4th edition, pp 87-90, Saunders Elsevier, 2009